Kamis, 25 Juli 2013

Transformasi Wajah Actor & Actrist Saat Main Film


Para bintang-bintang film sulit untuk dikenali dalam peran mereka dalam film-film yang beredar tahun 2012.
Bintang-bintang ini berubah jadi orang lain. Tapi itu memang sudah pekerjaan mereka. Tahun ini, sejumlah seleb cukup ekstrem mengubah penampilan fisik mereka demi perannya di film.

Biggest Big Screen Transformations of 2012
Daniel Day-Lewis sebagai Abraham Lincoln dalam “Lincoln”

Biggest Big Screen Transformations of 2012
Halle Berry (yang memainkan 6 karakter berbeda) dalam “Cloud Atlas”

Biggest Big Screen Transformations of 2012
Tom Hanks (yang juga memainkan enam karakter berbeda) dalam “Cloud Atlas”

Biggest Big Screen Transformations 2012
Anne Hathaway sebagai Fantine dalam “Les Misérables”

Biggest Big Screen Transformations of 2012
Anthony Hopkins sebagai Alfred Hitchcock dalam “Hitchcock”

Biggest Big Screen Transformations of 2012
Elizabeth Banks sebagai Effie Trinket dalam “The Hunger Games”

Biggest Big Screen Transformations of 2012
Matthew Fox sebagai Picasso dalam “Alex Cross”

Biggest Big Screen Transformations of 2012
Joseph Gordon-Levitt sebagai Joe dalam “Looper”

Biggest Big Screen Transformations of 2012
Josh Brolin sebagai Young Agent K dalam “Men in Black 3”

Biggest Big Screen Transformations of 2012
Michael Fassbender sebagai David dalam “Prometheus”

Biggest Big Screen Transformations 2012
John Hawkes sebagai Mark O’Brien dalam "The Sessions"

Biggest Big Screen Transformations of 2012
Tom Hardy sebagai Bane dalam “The Dark Knight Rises”

Biggest Big Screen Transformations of 2012
Javier Bardem sebagai Silva dalam “Skyfall”

Biggest Big Screen Transformations
Kevin James sebagai Scott Voss dalam “Here Comes the Boom”

Biggest Big Screen Transformations of 2012
Bradley Cooper sebagai Alex dalam “Hit and Run”

Wajah cantik dan ganteng para bintang ini mendadak hilang karena kecanggihan tata rias Hollywood. 

.
Heath Ledger sebagai Joker di "The Dark Knight".

.
Melissa Cowan jadi zombie di "The Walking Dead".

.
Ralph Fiennes sebagai Voldemort di "Harry Potter".

.
Jim Carrey dalam film "The Grinch".

.
Eric Bana sebagai Nero di "Star Trek".

.
Michael Keaton dalam film "Beetlejuice".

.
Arnold Schwarzenegger dalam film "Terminator".

. 
Michael Jackson saat jadi zombie dalam video klip "Thriller".

.
Andreas Katsulas sebagai G'Kar di "Babylon 5".

. 
Danny DeVito sebagai Penguin di "Batman Returns".

.
Benicio Del Toro dalam film "The Wolfman".

.
Michael Dorn dalam serial "Star Trek: The Next Generation".

.
Ray Park sebagai Darth Maul di "Star Wars, Episode I : The Phantom Menace".

.
Ron Perlman sebagai Hellboy di "Hellboy 2".

LINA MEDINA

LINA MEDINA; Ibu Termuda di Dunia, Melahirkan di Usia 5 Tahun

Percaya nggak percaya, tapi ibu termuda di dunia ternyata bocah usia lima tahun, Lina Medina asal Peru. Usia kandungannya tujuh setengah bulan, ketika si bocah merasa mulas dan seperti akan melahirkan. Ajaib! Menakjubkan! Atau apapun namanya untuk menggambarkan peristiwa ini. Tapi Lina Medina yang proses persalinannya ditangani Dr Lozada dan Dr Busalleu, berhasil melahirkan dengan selamat seorang bayi laki-laki berat 2,700 gram atau sekitar 5,92 pound.
Ibu dan anak berada dalam keadaan sehat, dan hanya beberapa hari menjalani perawatan di klinik bersalin. Foto di samping diambil tahun 1940, tampak Lina Medina bersama anaknya, Gerardo Medina yang telah berusia 11 bulan, dan dokter yang menangani persalinannya, Dr Gerardo Lozada.
Dulu bahkan sampai kini peristiwa tersebut menjadi suatu keanehan, bahkan dalam catatan medis dunia peristiwa ini mendapat tempat tersendiri saking aneh dan tidak biasa. Lina Medina merupakan contoh kasus special dalam dunia kedokteran. Selain karena terlalu muda untuk hamil, dia juga ternyata sudah mendapat haid pertamanya pada usia 8 bulan. Payudaranya telah berkembang sejak berumur 4 tahun. Dan dalam usia 5 tahun kelangkangannya telah melebar dan bertumbuhnya tulang. Ini luar biasa aneh!
Lina Medina lahir di sebuah desa kecil Peruvian Paurange, 27 September 1933. Ia merupakan salah satu dari sembilan anak yang lahir di negeri kaum Ticrapo, Andes, sebuah desa yang berada di ketinggian 7.400 kaki, sebuah propinsi termiskin di Peru.
Ia melahirkan anak pertamanya pada usia 5 tahun 8 bulan lewat bedah cesar, tepat pada Hari Ibu 14 Mei 1939. Anak pertamanya yang dia lahirkan saat ia masih bocah diberi nama Gerardo Medina. Anak ini hidup hingga usia 40 tahun. Lina sempat melahirkan anak kedua tahun 1972, sayangnya namanya tidak diketahui. Anak kedua ini hidup hingga usia antara 36-37 tahun.
Kehamilan yang Mengejutkan
Entah bagaimana ceritanya, namun orangtua Lina merasa kegelisah ketika melihat perut bocah ini terus membesar dari waktu ke waktu. Awalnya mereka mengira Lina menderita penyakit tertentu, seperti tumor. Karenanya mereka pun membawa Lina berkonsultasi pada Dr Gerardo Lozada.
Kabar mengejutkan datang dari si dokter yang mengatakan perut Lina membesar bukan karena penyakit melainkan karena hamil. Dia tengah hamil 7 bulan. Ketika usia kandungannya tujuh setengah bulan, Lina pun menjalani bedah cesar. Operasi dilakukan oleh Dr Lozada dan Dr Busalleu.
Obyek Penelitian
Kehidupan Lina Medina menjadi penelitian tersendiri di dunia kedokteran. Kenapa dia bisa hamil saat usia begitu dini. Ternyata hasil penelitian dokter menemukan kalau Lina telah menstruasi pada usia 8 bulan. Kenyataan ini sampai sekarang masih menjadi misteri di dunia medis. Bagaimana mungkin seorang bayi (8 bulan) telah menstruasi.
Dalam catatan juga disebutkan, bahwa siapa bapak dari bayi itu tidak diketahui. Tapi banyak orang percaya bahwa pelaku pelecehan seksual tersebut adalah ayahnya sendiri. Si ayah ini, sebenarnya sempat ditangkap polisi, namun Lina ketika ditanya apakah ayahnya pelaku kejahatan itu, ia tidak menjawab. Akhirnya si ayah dilepaskan, karena kurangnya bukti. Kasus yang diduga pelecehan seksual itu, baru terungkap 28 tahun kemudian. Konon, pelaku perkosaan itu adalah kakak tirinya yang menderita kelainan jiwa alias gila. Bagaimana kejadiannya, tidak terungkap lebih detail. Karena Lina sendiri pun menolak menjelaskannya. Dia juga menolak wartawan-wartawan yang ingin mewawancarainya.
Kejutan Luar Biasa
Lina, bocah lima tahun berusaha menjadi ibu yang baik bagi bayinya yang diberi nama Gerardo seperti nama dokter yang menolongnya melahirkan. Namun uniknya, kepada Gerardo anaknya Lina mengatakan dirinya adalah kakak. Namun Gerardo mendapat kejutan yang amat sangat ketika ia berusia 10 tahun, ketika secara tak sengaja dia mengetahui kalau ‘kakak' (Lina Medina) yang berusia 15 tahun dan selama ini mengasuhnya, sebenarnya adalah ibunya.
Gerardo meninggal usia 40 tahun karena penyakit sumsum tulang belakang. Tidak ada bukti apakah penyakitnya itu muncul karena ibu yang melahirkan di usia begitu muda.
Tahun 1972, Lina menikah dengan Raul Jurado. Dia melahirkan anak kedua 33 tahun setelah ia melahirkan anak pertamanya Gerardo. Sampai saat ini siapa ayah Gerardo masih menjadi misteri. Lina dan kedua anaknya kemudian tinggal di Meksiko.
Lina merupakan salah satu dari Sembilan anak yang lahir di negeri kaum Ticrapo, Andes, sebuah desa yang berada di ketinggian 7.400 kaki, sebuah propinsi termiskin di Peru.
Sebuah buku yang ditulis Dr Yusuf Sandoval pada 2002 mengungkap kehidupan Lina Medina. Dia merasa tertarik dengan kasus tersebut. Dia juga menyoroti tentang masyarakat Peru pada masa itu yang hidup dalam kemiskinan.
Kasus Lina memperlihatkan tentang pubertas ekstrem yang melanda anak-anak. Kasus ini memang langka, di mana anak usia 5 tahun ternyata sudah mengalami akil baliq. Lebih dari itu, menyampaikan tentang kehamilan pada anak usia 5 tahun, tentu tidak mudah. Dan, si anak pun pastinya belum mengerti. Karenanya, buku Dr Yusuf Sandoval tentang kehidupan Lina Medina dan kasusnya, menjadi sangat menarik.

L Gat Ra

NELSON TANSU - Profesor Termuda Asal Indonesia di Amerika Serikat

Prof. Nelson Tansu, Ph.D dilahirkan di Medan, Sumatera Utara, tanggal 20 Oktober 1977. Dia adalah anak kedua di antara tiga bersaudara buah pasangan Iskandar Tansu dan Lily Auw yang berdomisili di Medan, Sumatera Utara. Kedua orang tua Nelson adalah pebisnis percetakan di Medan. Mereka adalah lulusan universitas di Jerman. Abang Nelson, Tony Tansu, adalah master dari Ohio, AS. Begitu juga adiknya, Inge Tansu, adalah lulusan Ohio State University (OSU). Tampak jelas bahwa Nelson memang berasal dari lingkungan keluarga berpendidikan. Ia adalah lulusan terbaik SMU Sutomo 1 Medan pada tahun 1995 dan juga menjadi finalis Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI).

Setelah menamatkan SMA, ia memperoleh beasiswa dari Bohn’s Scholarships untuk kuliah di jurusan matematika terapan, teknik elektro, dan fisika di Universitas Wisconsin-Madison, Amerika Serikat. Tawaran ini diperolehnya karena ia menjadi salah satu finalis TOFI. Ia berhasil meraih gelar bachelor of science kurang dari tiga tahun dengan predikat summa cum laude. Setelah menyelesaikan program S-1 pada tahun 1998, ia mendapat banyak tawaran beasiswa dari berbagai perguruan tinggi ternama di Amerika Serikat. Walaupun demikian, ia memilih tetap kuliah di Universitas Wisconsin dan meraih gelar doktor di bidang electrical engineering pada bulan Mei 2003.

Selama menyelesaikan program doktor, Prof. Nelson memperoleh berbagai prestasi gemilang di antaranya adalah WARF Graduate University Fellowships dan Graduate Dissertator Travel Funding Award. Penelitan doktornya di bidang photonics, optoelectronics, dan semiconductor nanostructires juga meraih penghargaan tertinggi di departemennya, yakni The 2003 Harold A. Peterson Best ECE Research Paper Award.

Setelah memperoleh gelar doktor, Nelson mendapat tawaran menjadi asisten profesor dari berbagai universitas ternama di Amerika Serikat. Akhirnya pada awal tahun 2003, ketika masih berusia 25 tahun, ia menjadi asisten profesor di bidang electrical and computer engineering, Lehigh University. Lehigh University merupakan sebuah universitas papan atas di bidang teknik dan fisika di kawasan East Coast, Amerika Serikat.

Saat ini Prof. Nelson menjadi profesor di universitas ternama Amerika, Lehigh University, Pensilvania dan mengajar para mahasiswa di tingkat master (S-2), doktor (S-3) dan post doctoral Departemen Teknik Elektro dan Komputer. Lebih dari 84 hasil riset maupun karya tulisnya telah dipublikasikan di berbagai konferensi dan jurnal ilmiah internasional. Ia juga sering diundang menjadi pembicara utama di berbagai seminar, konferensi dan pertemuan intelektual, baik di berbagai kota di AS dan luar AS seperti Kanada, Eropa dan Asia. Prof Nelson telah memperoleh 11 penghargaan dan tiga hak paten atas penemuan risetnya. Ada tiga penemuan ilmiahnya yang telah dipatenkan di AS, yakni bidang semiconductor nanostructure optoelectronics devices dan high power semiconductor lasers.

Ketika masih di Sekolah Dasar, Prof. Nelson gemar membaca biografi para fisikawan ternama. Ia sangat mengagumi prestasi para fisikawan tersebut karena banyak fisikawan yang telah meraih gelar doktor, menjadi profesor dan bahkan ada beberapa fisikawan yang berhasil menemukan teori (eyang Einstein) ketika masih berusia muda. Karena membaca riwayat hidup para fisikawan tersebut, sejak masih Sekolah Dasar, Prof. Nelson sudah mempunyai cita-cita ingin menjadi profesor di universitas di Amerika Serikat.

Walaupun saat ini tinggal di Amerika Serikat dan masih menggunakan passport Indonesia, Prof. Nelson berjanji kembali ke Indonesia jika Pemerintah Indonesia sangat membutuhkannya.

Dia sering diundang menjadi pembicara utama dan penceramah di berbagai seminar. Paling sering terutama menjadi pembicara dalam pertemuan-pertemuan intelektual, konferensi, dan seminar di Washington DC. Selain itu, dia sering datang ke berbagai kota lain di AS. Bahkan, dia sering pergi ke mancanegara seperti Kanada, sejumlah negara di Eropa, dan Asia.

Yang mengagumkan, sudah ada tiga penemuan ilmiahnya yang dipatenkan
di AS, yakni bidang semiconductor nanostructure optoelectronics devices dan high power semiconductor lasers. Di tengah kesibukannya melakukan riset-riset lainnya, dua buku Nelson sedang dalam proses penerbitan. Bukan main!!

Kedua buku tersebut merupakan buku teks (buku wajib pegangan, Red) bagi mahasiswa S-1 di Negeri Paman Sam.

Karena itu, Indonesia layak bangga atas prestasi anak bangsa di negeri rantau tersebut. Lajang kelahiran Medan, 20 Oktober 1977, itu sampai sekarang masih memegang paspor hijau berlambang garuda. Kendati belum satu dekade di AS, prestasinya sudah segudang. Ke mana pun dirinya pergi, setiap ditanya orang, Nelson selalu mengenalkan diri sebagai orang Indonesia. Sikap Nelson itu sangat membanggakan di tengah banyak tokoh kita yang malu mengakui Indonesia sebagai tanah kelahirannya.

"Saya sangat cinta tanah kelahiran saya. Dan, saya selalu ingin melakukan yang terbaik untuk Indonesia," katanya, serius.

Di Negeri Paman Sam, kecintaan Nelson terhadap negerinya yang dicap sebagai terkorup di Asia tersebut dikonkretkan dengan memperlihatkan ketekunan serta prestasi kerjanya sebagai anak bangsa. Saat berbicara soal Indonesia, mimic pemuda itu terlihat sungguh-sungguh dan jauh dari basa-basi.

"Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan merupakan bangsa yang
mampu bersaing dengan bangsa-bangsa besar lainnya. Tentu saja jika bangsa kita terus bekerja keras," kata Nelson menjawab koran ini.

Anak muda itu memang enak diajak mengobrol. Idealismenya berkobar-kobar dan penuh semangat. Layaknya profesor Amerika, sosok Nelson sangat bersahaja dan bahkan suka merendah. Busana kesehariannya juga tak aneh-aneh, yakni mengenakan kemeja berkerah dan pantalon.

Sekilas, dia terkesan pendiam. Pengetahuan dan bobotnya sering tersembunyi di balik penampilannya yang seperti tak suka bicara. Tapi, ketika dia mengajar atau berbicara di konferensi para intelektual, jati diri akademisi Nelson tampak. Lingkungan akademisi, riset, dan kampus memang menjadi dunianya. Dia selalu peduli pada kepentingan serta dahaga pengetahuan para mahasiswanya di kampus.

Ada yang menarik di sini. Karena tampangnya yang sangat belia, tak sedikit insan kampus yang menganggapnya sebagai mahasiswa S-1 atau program master. Dia dikira sebagai mahasiswa umumnya. Namun, bagi yang mengenalnya, terutama kalangan universitas atau jurusannya mengajar, begitu bertemu dirinya, mereka selalu menyapanya hormat: Prof Tansu.

"Di semester Fall 2003, saya mengajar kelas untuk tingkat PhD tentang physics and applications of photonics crystals. Di semester Spring 2004, sekarang, saya mengajar kelas untuk mahasiswa senior dan master tentang semiconductor device physics. Begitulah," ungkap Nelson menjawab soal kegiatan mengajarnya. September hingga Desember atau semester Fall 2004, jadwal mengajar Nelson sudah menanti lagi. Selama semester itu, dia akan mengajar kelas untuk tingkat PhD tentang applied quantum mechanics for semiconductor nanotechnology.


Nano
Technology

"Selain mengajar kelas-kelas di universitas, saya membimbing beberapa mahasiswa PhD dan post-doctoral research fellow di Lehigh University ini," jelasnya saat ditanya mengenai kesibukan lainnya di kampus.

Nelson termasuk individu yang sukses menggapai mimpi Amerika (American dream). Banyak imigran dan perantau yang mengadu nasib di negeri itu dengan segala persaingannya yang superketat. Di Negeri Paman Sam tersebut,ada cerita sukses seperti aktor yang kini menjadi Gubernur California Arnold Schwarzenegger yang sebenarnya adalah imigran asal Austria. Kemudian, dalam Kabinet George Walker Bush sekarang juga ada imigrannya, yakni Menteri Tenaga Kerja Elaine L. Chao. Imigran asal Taipei tersebut merupakan wanita pertama Asian-American yang menjadi menteri selama sejarah AS.

Negara Superpower tersebut juga sangat baik menempa bakat serta intelektual Nelson. Lulusan SMA Sutomo 1 Medan itu tiba di AS pada Juli 1995. Di sana, dia menamatkan seluruh pendidikannya mulai S-1 hingga S-3 di University of Wisconsin di Madison. Nelson menyelesaikan pendidikan S-1 di bidang applied mathematics, electrical engineering, and physics. Sedangkan untuk PhD, dia mengambil bidang electrical engineering.

Dari seluruh perjalanan hidup dan karirnya, Nelson mengaku bahwa semua suksesnya itu tak lepas dari dukungan keluarganya. Saat ditanya mengenai siapa yang paling berpengaruh, dia cepat menyebut kedua orang tuanya dan kakeknya. "Mereka menanamkan mengenai pentingnya pendidikan sejak saya masih kecil sekali," ujarnya.

Ada kisah menarik di situ. Ketika masih sekolah dasar, kedua orang tuanya sering membanding-bandingkan Nelson dengan beberapa sepupunya yang sudah doktor. Perbandingan tersebut sebenarnya kurang pas. Sebab, para sepupu Nelson itu jauh di atas usianya. Ada yang 20 tahun lebih tua. Tapi, Nelson kecil menganggapnya serius dan bertekad keras mengimbangi sekaligus melampauinya. Waktu akhirnya menjawab imipian Nelson tersebut.

"Jadi, terima kasih buat kedua orang tua saya. Saya memang orang yang suka dengan banyak tantangan. Kita jadi terpacu, gitu," ungkapnya.

Nelson mengaku, mendiang kakeknya dulu juga ikut memicu semangat serta disiplin belajarnya. "Almarhum kakek saya itu orang yang sangat baik, namun agak keras. Tetapi, karena kerasnya, saya malah menjadi lebih tekun dan berusaha sesempurna mungkin mencapai standar tertinggi dalam melakukan sesuatu," jelasnya.

Sisihkan 300 Doktor AS, tapi Tetap Rendah Hati Nelson Tansu menjadi fisikawan ternama di Amerika. Tapi, hanya sedikit yang tahu bahwa profesor belia itu berasal dari Indonesia. Di sejumlah kesempatan, banyak yang menganggap Nelson ada hubungan famili dengan mantan
PM Turki Tansu Ciller. Benarkah?

NAMA Nelson Tansu memang cukup unik. Sekilas, sama sekali nama itu tidak mengindikasikan identitas etnis, ras, atau asal negeri tertentu. Karena itu, di Negeri Paman Sam, banyak yang keliru membaca, mengetahui, atau berkenalan dengan profesor belia tersebut.

Malah ada yang menduga bahwa dia adalah orang Turki. Dugaan itu muncul jika dikaitkan dengan hubungan famili Tansu Ciller, mantan perdana menteri (PM) Turki. Beberapa netters malah tidak segan-segan mencantumkan nama dan kiprah Nelson ke dalam website Turki. Seolah-olah mereka yakin betul bahwa fisikawan belia yang mulai berkibar di lingkaran akademisi AS itu memang berasal dari negerinya Kemal Ataturk.

Ada pula yang mengira bahwa Nelson adalah orang Asia Timur, tepatnya Jepang atau Tiongkok. Yang lebih seru, beberapa universitas di Jepang malah terang-terangan melamar Nelson dan meminta dia "kembali" mengajar di Jepang.
Seakan-akan Nelson memang orang sana dan pernah mengajar di Negeri Sakura itu.

Dilihat dari nama, wajar jika kekeliruan itu terjadi. Begitu juga wajah Nelson yang seperti orang Jepang. Lebih-lebih di Amerika banyak professor yang keturunan atau berasal dari Asia Timur dan jarang-jarang memang asal Indonesia. Nelson pun hanya senyum-senyum atas segala kekeliruan terhadap dirinya.

"Biasanya saya langsung mengoreksi. Saya jelaskan ke mereka bahwa saya asli Indonesia. Mereka memang agak terkejut sih karena memang mungkin jarang ada profesor asal aslinya dari Indonesia,"jelas Nelson.

Tansu sendiri sesungguhnya bukan marga kalangan Tionghoa. Memang, nenek moyang Nelson dulu Hokkien, dan marganya adalah Tan. Tapi, ketika
lahir, Nelson sudah diberi nama belakang "Tansu", sebagaimana ayahnya, Iskandar Tansu.

"Saya suka dengan nama Tansu, kok,"kata Nelson dengan nada bangga.

Nelson adalah pemuda mandiri. Semangatnya tinggi, tekun, visioner, dan selalu mematok standar tertinggi dalam kiprah riset dan dunia akademisinya. Orang tua Nelson hanya membiayai hingga tingkat S-1. Selebihnya? Berkat keringat dan prestasi Nelson sendiri. Kuliah tingkat doktor hingga segala keperluan kuliah dan kehidupannya ditanggung lewat beasiswa universitas.

"Beasiswa yang saya peroleh sudah lebih dari cukup untuk membiayai semua kuliah dan kebutuhan di universitas," katanya.

Orang seperti Nelson dengan prestasi akademik tertinggi memang tak sulit memenangi berbagai beasiswa. Jika dihitung-hitung, lusinan penghargaan dan anugerah beasiswa yang pernah dia raih selama ini di AS.

Menjadi profesor di Negeri Paman Sam memang sudah menjadi cita-cita dia sejak lama. Walau demikian, posisi assistant professor (profesor muda, Red) tak pernah terbayangkannya bisa diraih pada usia 25 tahun. Coba bandingkan dengan lingkungan keluarga atau masyarakat di Indonesia, umumnya apa yang didapat pemuda 25 tahun?

Bahkan, di AS yang negeri supermaju pun reputasi Nelson bukan fenomena umum. Bayangkan, pada usia semuda itu, dia menyandang status guru besar. Sehari-hari dia mengajar program master, doktor, dan bahkan post doctoral. Yang prestisius bagi seorang ilmuwan, ada tiga riset Nelson yang dipatenkan di AS. Kemudian, dua buku teksnya untuk mahasiswa S-1 dalam proses penerbitan.

Tapi, bukan Nelson Tansu namanya jika tidak santun dan merendah. Cita-citanya mulia sekali. Dia akan tetap melakukan riset-riset yang hasilnya bermanfaat buat kemanusian dan dunia. Sebagai profesor di AS, dia seperti meniti jalan suci mewujudkan idealisme tersebut.

Ketika mendengar pengakuan cita-cita sejatinya, siapa pun pasti akan terperanjat. Cukup fenomenal. "Sejak SD kelas 3 atau kelas 4 di Medan, saya selalu ingin menjadi profesor di universitas di Amerika Serikat. Ini benar-benar saya cita-citakan sejak kecil," ujarnya dengan mimic serius.

Tapi, orang bakal mahfum jika melihat sejarah hidupnya. Ketika usia SD, Nelson kecil gemar membaca biografi para ilmuwan-fisikawan AS dan Eropa. Selain Albert Einstein yang menjadi pujaannya, nama-nama besar seperti Werner Heisenberg, Richard Feynman, dan Murray Gell-Mann ternyata Sudah diakrabi Nelson cilik.

"Mereka hebat. Dari bacaan tersebut, saya benar-benar terkejut, tergugah dengan prestasi para fisikawan luar biasa itu. Ada yang usianya muda sekali ketika meraih PhD, jadi profesor, dan ada pula yang berhasil menemukan teori yang luar biasa. Mereka masih muda ketika itu," jelas Nelson penuh kagum.

Nelson jadi profesor muda di Lehigh University sejak awal 2003. Untuk bidang teknik dan fisika, universitas itu termasuk unggulan dan papan atas di kawasan East Coast, Negeri Paman Sam. Untuk menjadi profesor di Lehigh, Nelson terlebih dahulu menyisihkan 300 doktor yang resume (CV)-nya juga hebat-hebat.



L Gat Ra

http://kolom-biografi.blogspot.com/2011/02/biografi-nelson-tansu-professor-termuda.html

PROFESOR TERMUDA DI DUNIA

Inilah Profesor Termuda di Dunia




Alia Sabur masih muda, masih 19 tahun. Namun namanya menghentak kalangan akademisi setelah dinobatkan sebagai profesor termuda oleh Guinness World Record.Dia sekarang menjadi profesor di Konkuk University Korea Selatan. Lahir pada 22 Februari 1989, Alia menjalani masa studinya dengan waktu amat singkat. Dari kelas IV SD, gadis ini langsung melompat ke universitas, dan lulus BA dengan predikat sum cum laude dari Universitas Stony Brook di New York ketika usianya baru 14 tahun.

Ia melanjutkan pendidikan di Universitas Drexel. Di universitas itu dia mendapatkan gelar master of science dan PhD. Tiga hari menjelang ulang tahun ke-19 Februari lalu, dia resmi menjadi dosen di Universitas Konkuk, Seoul, Korea Selatan. Buku Rekor Dunia Guinness menobatkannya sebagai guru besar termuda dalam sejarah. Dia menumbangkan rekor sebelumnya yang dicatat oleh Colin MacLaurin, mahasiswa Isaac Newton, pada tahun 1717.

Masa depan cemerlang terbentang luas di hadapan remaja Northport, New York itu. Tapi dia memilih mengajar. “Saya sangat senang mengajar. Karena di bidang itulah kita bisa membuat perbedaan. Dengan mengajar, kita tidak cuma menunjukkan yang bisa kita lakukan, tapi juga memampukan orang lain untuk membuat perbedaan,” katanya

Alia tidak cuma cemerlang di bidang akademis. Ia sudah tampil memainkan klarinet bersama Rockland Symphony Orchestra pada usia 11. Di bidang musik ini ia sudah mendapat berbagai penghargaan. Seni bela diri juga dikuasainya dengan menyandang sabuk hitam Tae Kwon Do
.



L Gat Ra


http://1000000fakta.blogspot.com/2013/03/inilah-profesor-termuda-di-dunia.html#axzz2a1Jns7uc